Aku kembali…. 🙂 Happy Reading!
***
“Permisi….” Kharina kembali ke ruang makan beberapa saat setelah pria itu meninggalkannya. Jantungnya berdetak kuat dan napasnya tidak beraturan, jadi ia perlu menenangkan dirinya. Kharina tersenyum-yang lebih tampak seperti meringis-kepada kedua orang tua pria itu. Gadis itu merasa tidak enak telah meninggalkan ruangan terlalu lama.
Kharina tidak berani mengangkat kepalanya sama sekali saat berjalan kembali ke tempat duduknya. Gadis itu meremas jari-jarinya secara tidak sadar, membuat Fany menyeringit heran. “Kamu kenapa sayang?” tanyanya melihat Kharina yang tampak tidak sehat.
“Rin, tante Fany sedang berbicara kepadamu.” Yuliana memegang-sedikit mengguncangnya-bahu Kharina saat melihat putrinya itu bergeming, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
“Ah, ya.” Gadis itu bereaksi setelah tersadar dari lamunannya. “Ada apa ma?” tanyanya kemudian. “Tante Fany bertanya kepadamu,” ujar Yuliana lalu menatap Fany.
“Kamu baik-baik saja sayang? Kamu kelihatannya tidak sehat,” tanya Fany mengulang pertanyaannya.
Kharina menggelengkan kepalanya. “Aku tidak apa-apa tante,” jawabnya kemudian, kembali tersenyum. Kemudian pandangan Kharina berpindah dan tidak segaja bertemu dengan pria di depannya yang menatapnya tajam, tidak berkedip sedikitpun.
Gadis itu menelan salivanya dengan susah payah. Pria itu, yang duduk di depannya. Ia tidak berubah sedikitpun. Kharina tidak bisa melupakan kedua mata tajamnya yang dulu selalu menatapnya penuh cinta, kemudian hidung mancungnya yang sering digunakan pria itu untuk menggodanya di lehernya, dan bibir pria itu yang melumatnya dengan dengan cinta.
Kharina tersenyum miris. Kini semuanya tidak lagi sama. Matanya tidak lagi memancarkan rasa cintanya yang menggebu-gebu, namun kebencian yang mendalam. Pria itu menatapnya dengan tatapan merendahkan. Mengintimidasinya dengan segala kelebihan yang ia miliki.
Pria itu tampak berbeda karena kini ia tampak semakin tampan dengan kulitnya yang bersih, serta pakaian mahal yang melekat di tubuhnya, membuatnya tampak semakin menawan. Tubuhnya yang tegap juga memancarkan kemaskulinan. Kharina hampir saja menenggelamkan diri ke pelukan pria itu jika saja tidak mengingat betapa jijiknya pria itu padanya. Menatap Kharina seolah-olah ia adalah pasien dengan penyakit menular berbahaya.
*** Continue reading →